By : Indah fajarwati,S.Psi., CH.
Assalamualaikum,
semoga teman-teman berkenan dengan tulisan saya ini, bila kepanjangan maaf ya.
Belum pernah saya benar-benar berhadapan dengan situasi asli
kalimat ini, sebelum 2 seminggu kemarin.
Saya (dulu ) adalah seorang guru TK, 10 tahun berkecimpung dalam
dunia pendidikan dengan seluk beluknya, suka dan dukanya. Tempatku mengajar
adalah tempat yang full fasilitas, kondusif untuk pengembangan pribadi dan
teman-teman yang solid. Tak terbayang dalam benakku meninggalkan sekolahku
dalam waktu sesingkat ini.
Dulu waktu awal menikah, menjadi guru di sekolah tersebut
bagaikan mendapat hadiah pernikahan yang indah. Bagaimana nggak? Untuk ukuran
sekolah bonafid yang sulit ditembus oleh pencari kerja, saya salah satu yang
beruntung menjadi guru disana. Saat persiapan menikah, saya juga disibukkan
oleh tes lamaran kerja, sehingga hari minggu saya mengadakan resepsi
pernikahan, keesokan harinya saya langsung bekerja di sana.
And life’s goes on.... setelah 3,5 tahun saya menunggu. Tahun
2011 saya dan suami dianugrahi bayi kecil yang ganteng ( kata orang-orang siy
paras mukanya sangat mirip denganku/eaaaaaa*) dan warna kulitnya ngikut
ayahnya. Perpaduan yang sangat pas ^^*. Saya mendapat cuti 3 bulan lamanya
untuk mengurus bayi... tidak masalah bagiku waktu itu, toh ada yang momong.
Pembantu silih berganti, datang dan pergi.... toh itu juga bukan
masalah bagiku karena saya termasuk orang yang beruntung cepat mendapat ganti
yang baru. Saya tetap dengan pekerjaanku yang semakin membuatku asyik. Pergi
jam 6 pagi dan Pulang jam 3 sore terkadang jam 4 atau jam 5 setelah itu baru
bercengkrama dengan anak lanangku. Walaupun kadang kecapean sehingga tidak bisa
mengikuti aktifitas motorik kasarnya yang aktif dan penuh keusilan. Sampai dia
berumur 2,5 tahun, 2 bulan sebelum lebaran tahun 2014 ini. Si mbok yang sudah
1,8 tahun membantu kami mengurus anakku, resign secara tiba-tiba. Mungkin si
mbok mendapatkan informasi pekerjaan yang lebih besar gajinya( menjadi pramugari
atau TKW, entahlah ^^ ). Secepat mungkin saya mencari pengganti yang baru.
Hitungan hari saya sudah mendapatkan si mbok yang baru. Perfect
person menurutku saat itu ( janda, blm punya anak, di rumah sendiri ). Fikiran
positifku mengatakan bahwa ni mbok, ga bakal sering pulang, fokus dan sayang
anak. Untuk masa orientasi, si mbok stand by dulu dirumah uthi sambil belajar
dan mengenal anakku. Si mbok ini agak berbeda, umur 35 tahun pinter membaca (
setiap pagi membaca koran), hightech (hp-nan setiap saat dan nonton TV nggak
ketinggalan berita), karyawan perusahaan mode-on ( keluar kamar tepat waktu jam
06.00-masuk dan mengunci kamar tepat setelah magrib, ga mau lebih dari itu
karena hitungannya harus ada uang lembur wkwkwkwk). Perilakunya menyebabkan kami
saling guyon, kata adekku... bila si mbok ini disuruh di depan komputer,
mungkin sudah browsing kemana-mana sekedar ngeksis di facebook, upload video
narcis di youtube, berkicau di twitter,sekedar sharring foto dan status di
instagram dan path. Tidak lupa pula chatting dengan teman-teman asingnya di
skype. Aku hanya tertawa renyah saat itu...., kelebihan dan kekurangan ok lah
bisa dimaklumi, yang penting sayang anak dan memperhatikan anak lanangku, sudah
cukup. Toh, saya juga sudah mencontohkan bagaimana momong setiap pulang
sekolah, menjelaskan apa yang boleh dimakan dan tidak boleh dan mengajarkan
banyak hal lain plus mengkomunikasikan hal-hal yang perlu di perhatikan dalam
momong secara halus. Kondisi anakku yang terus menolak di suapin dan dimandikan
oleh si mbok juga ku asumsikan sebagai adaptasi anak terhadap lingkungan
barunya.
Waktu bergulir, selama sebulan sudah banyak laporan dari
(beberapa) adikku, uthi, dan juga asisten rumah tangganya uthi. Mulai kekerasan
verbal dan fisik ringan terhdap anakku, kualitas pekerjaan yang se adanya dan
banyak hal lain. Terlebih lagi, si mbok mengsms para koleganya di desanya dan
mengatakan bahwa dia tidak kerasan karena tidak ada fasilitas baginya. Dan itu
terus bergulir sehingga akhirnya saya mencoba untuk melihat sendiri, ijin dari
sekolah lalu pulang dan melihat bagaimana cara si mbok memperlakukan
anakku..... n jderrrrrrrrrrr!! Rontok hatiku sampai-sampai tidak sanggup
meneruskan kalimatnya...........
Tidak sampai 2 bulan, kubayar penuh gaji si mbok dan secara
berat hati ku minta untuk pulang dahulu ke desanya dengan alasan anakku akan ku
sekolahkan. End of case.... fikirku.
Ternyata tidak berhenti sampai disitu, kondisi waktu itu
menjelang lebaran, mulai sulit untuk mendapat asisten baru, apalagi yang cocok di
hati dan di kantong hehehehe
(maklum sekarang asisten banyak yang jual mahal karena merasa
dibutuhkan,tapi nggak semua loh).
Oh sudahkah kutuliskan? saya sarjana psikologi, dengan
pengalaman menangani kasus perkembangan anak usian dini dan keluarganya selama
10 tahun. Basic tersebut sudah cukup untuk melihat perubahan kondisi psikologis
yang terjadi pada anak lanangku. Salah satu perubahannya adalah tantrum setiap
malam, ekspresi emosi marah yang meledak-ledak, dan masih banyak perubahan
lainnya. Dan kondisi ini membuatku me-reload tentang arti kesuksesan dan tujuan
hidup.
Selama sebulan otak dan fikiranku terus membuat garis silang.
Kubaca kembali status orang-orang panutan tentang konsep keluarga dan fitrah
seorang ibu, sharring dengan saudara dan teman-teman, baik ibu pekerja ataupun
full time mother, membuka update statusnya teman yang sekarang sudah menjadi
full time mother di luar negri dan sukses dengan MLMnya ( semoga bu cantik itu
membaca ceritaku ini ^^ ) dengan mempertimbangkan kondisi kelasku. Partnerku
bekerja yang masih baru dan harus kubimbing, lingkungan sekolah dan
teman-temanku yang nyaman, anak-anak didikku yang baru 2 bulan ku bimbing,
fasilitas-fasilitas lain yang mendukungku ( insentif, persiapan sertifikasi
dll),ketakutan akan stucknya kreativitasku bila tidak bekerja, hilangnya gaji
tiap bulannya, orangtua yang pasti marah bila saya resign, dan masa depan yang bagiku
masih abu-abu ( secara, fikiranku sudah ter set bergaji untukku sendiri tiap
bulannya ^^ ).
Dan selama sebulan ( bahkan lebih ), suami bersabar dengan tidak
banyak mengeluh untuk bergantian denganku mengurus anak kami selama saya
bekerja, padahal tuntutan pekerjaannya sebagai trainer dan terapis
mengharuskannya untuk sering keluar kota. Dan banyak job yang beliau lepas demi
momong anak kami ( saya dan suami sudah sepakat untuk tidak dulu menyekolahkan
anak kami karena kondisi khususnya sehingga untuk sementara lebih baik bersama
orang tua dulu di rumah ).
Dan mungkin bila saya sampai hari ini tidak mengajukan resign
dari sekolah, beliau akan tetap momong. I’m very proud of you my hubb .
Akhirnya 2 minggu kemarin tepatnya tanggal 18 agustus 2014 saya menyampaikan
pengajuan resign dari sekolah. Dan sejak 1 september saya mendapatkan acc cuti
diluar tanggungan dari HRD sekolah selama maksimal 2 Tahun ajaran. Saya tidak
di acc resign karena sudah berhak mendapatkan cuti di luar tanggungan dengan
kondisi khusus. Alhamdulillah.
Dalam 3 minggu pula sejak mengajukan resign, ketakutan saya
tentang masa depan berangsur hilang. Menjadi stay at home mom menjadi keasyikan
tersendiri,. Dengan tetap ada target tentunya. Saya masih punya anak didik 1
anak ^^ yang berangsur-angsur pulih dari kondisi khususnya, tetap dapat gaji
secara profesional karena bekerja di lembaga punya suami, tetap berusaha
silahturahmi minimal bbm keteman-teman di sekolah, tetap berusaha kreatif
dengan membuat prakarya kerjasama dengan anak didik satu inih ^^, orangtua
berangsur-angsur memahami kondisi saya, dan insentif? Sertifikasi? Itu hanya
bonus mah,... Allah maha kaya sehingga aliran dana tidak hanya dari insentif
dan sertifikasi. Saya yakin selama kita berusaha, Allah akan memberikan lebih.
Asal jangan stuck saja, terus berusaha berkarya ^^. Thank u Allah.
Finally, tulisan ini bukan kampanye stay at home mom atau ada unsur lain di balik itu. Saya
hanya sekedar berbagi pengalaman, kita tidak akan pernah tahu tentang masa
depan, lakukan saja yang terbaik sekarang. dan mungkin ada teman-teman yang
mempunyai pengalaman persis seperti saya. Karena sekali lagi Life is a choice ( maaf bila ada kata salah, sudah lama
nggak nulis soalnya hehehe.
PS: Terimakasih sebesar-besarnya kepada si mbok, bila tidak ada
dirimu yang pernah hadir dalam kehidupanku, saya nggak akan setenang ini
sekarang, Allah memberikanku jawaban dengan hadirnya dirimu,.
Untuk anakku, maaf 2,5 tahun ini setiap pagi, siang dan soremu
terlewatkan oleh bunda.. yuk kita uyel-uyelan lagi ^^ siap!
No comments:
Post a Comment